Bumi memiliki jutaan warna yang tak bisa kau tangkap dengan kasat mata. Jutaan warna itu telah terpendam jauh di bawah tanah. Warna itu telah hilang dari tiap mata orang. Ingatkah Anda kapan anda melihat warna di langit? Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu, kapankah Anda melihatnya terakhir kali? Saya melihatnya. Di awal tahun baru 2012, tepatnya tanggal 1 Januari 2012. Saat itu saya baru pulang dari acara tahun baru bersama. Jutaan warna dipaparkan dengan sentuhan yang unik.
Saya bertanya kepada beberapa orang di sekitar saya dan meminta mereka menjawab secara spontan tanpa berpikir panjang. Ketika saya mengucapkan kata ‘merah’ yang mereka ucap adalah kata ‘baju’. Jika dipikirkan baju dengan warna merah itu memang indah. Lalu saya membandingkan jika ada warna merah yang terang melukis dunia maka dunia lebih terlihat istimewa. Saya mengucapkan kata ‘oranye’ mereka membalasnya dengan kata ‘jeruk’. Saat saya bertanya pada mama yang di jawab adalah es krim. Mama selalu membeli dan hanya mau yang oranye atau yang rasa jeruk.
Bagaimana dengan warna kuning? Ada yang menjawab tokoh kartun ‘Spongebob Squarepants’ si spons kuning di dalam laut. Dalam gambar anak – anak mereka sering menggunakan kuning sebagai warna matahari atau bunga. Saat saya kecil saya juga melakukan hal yang sama. Kuning si matahari yang menyinari bumi dan menghangatkan bumi. Bagaimana dengan warna yang lain itu? Biru? Hijau? Ungu? Nila? Mengapa tidak ada terlintas di pikiran mereka mengenai alam?
Warna yang paling saya rindukan adalah hijau. Mulai jarang warna hijau menghiasi alam kita. Makin lama makin sedikit padang hijau di bumi ini. Padahal warna hijau itu juga penting bagi bumi ini. Hijau sangat di dominasi oleh warna pohon. Pohon membantu bumi mengembalikan lapisan ozon, pohon juga dijadikan tempat tinggal berbagai makhluk hidup lainnya. Tetapi keadaan berbalik, pohon ditebang untuk dijadikan pembangunan gedung atau pabrik. Kita tahu pabrik maupun gedung menghasilkan polusi. Siapkah bumi ini menghadapi polusi secara besar?
Hijau melambangkan banyak hal di bumi ini seperti, pohon, kesejukan, kedamaian, serta rasa saling peduli. Cobalah Anda membuka pintu rumah dan lihat sekeliling Anda. Berapa banyak warna hijau di sana? Jujur saja, depan rumah saya juga tidak banyak. Mama saya memiliki taman kecil yang ditanami berbagai bentuk macam tanaman bunga dan buah. Di taman, kami miliki akan merunduk atau layu jika tidak disiram dalam satu hari sehingga saya menamainya ‘Pohon Merenung’. Ketika disiram pohon tersebut akan terlihat ceria sekali dan warna hijau akan terlihat terang. Kami sangat sayang sama pohon merenung.
Saya juga menyukai warna biru. Saya mengikuti kegiatan Live In, disanalah saya menemukannya, sungai berwarna biru bening dan membuka jendela di pagi hari melihat birunya langit. Biru melambangkan rasa tentram dan tenang. Bukankah hal yang menyenangkan duduk sambil melihat birunya langit dan dinginnya air sungai. Saat anda menggambar bola dunia, ada warna biru yang dominan bersama hijau sebagai pulaunya. Kapankah laut menjadi warna biru kembali? Kapankah pulau kembali hijau?
Sungai di Indonesia yang saya lihat berwarna coklat atau mungkin hitam. Selain itu berbau tak sedap. Bahkan ikan saja sudah jarang. Sungai di sekitar Anda terdapat stereofoam, plastik, dan sampah yang tak terurai lainnya. Warna aslinya sudah terpendam jauh di dalam tanah. Warna coklat teraduk menjadi satu menghempas padang abu dengan tiang besi berdiri tegap di atasnya. Mengamuk dengan ganas tanpa melihat batang hijau jatuh dengan gontai. Lautan coklat itu mengubah segalanya. Tak ada sumber makanan, tempat tinggal layak, serta tempat anda memijakkan kaki. Luapan air yang mengalir itu tak akan berhenti sampai ia menemukan tempat yang paling rendah dan cukup menampungnya. Saya melihat beberapa benda mengapung di atasnya. Apakah kita sudah tidak sayang dengan bumi ini lagi?
Pertanyaannya, bagaimana kita menyayangi bumi? Contohnya seperti ini, mama suka menanam bibit tanaman. Apapun bibitnya di tanam saja di taman dengan pot bekas. Pot bekas berasal dari barang bekas seperti bekas stereofoam dan kaleng yang bagian bawahnya diberikan lubang kecil. Jika telah tumbuh tunas, barulah tanaman kecil ini dipindahkan ke tanah. Hal ini sama saja seperti menanam pohon baru. Semakin banyak anda menanam, makin banyak pula pohon di bumi ini.
Anda kekurangan waktu untuk melakukan hal tersebut tak menjadi masalah untuk menyayangi bumi. Ada hal lain sebagai bukti Anda menyayangi bumi dengan membuang sampah di tempatnya. Keuntungannya selain bumi menjadi bersih, resiko adanya banjir tentu berkurang. Sisa barang yang Anda pakai bisa Anda kumpulkan dan di buang pada tempatnya. Menghemat penggunaan kertas juga contoh menyayangi bumi. Perlu Anda ketahui, kertas yang Anda pakai berasal dari batang pohon. Menghemat penggunaan kertas, Anda turut menyelamatkan pohon dari penebangan.
Kita seringkali tidak sempat memasak di rumah karena waktu yang membatasi gerak kita. Kita menjadi membeli makanan di luar yang biasa menggunakan kertas coklat dan plastik. Kita bisa mengganti kebiasaan ini dengan membawa tempat makan dan botol minum dari rumah. Sehingga saat Anda tak sempat memasak, Anda bisa membelinya di luar dan menggunakan tempat makan Anda. Anda tidak perlu menggunakan plastik maupun membungkusnya dengan kertas coklat tersebut. Setiap hari saya berangkat ke sekolah, saya dibawakan tempat makan dan botol minum dari rumah. Walaupun membeli makanan dari luar, saya tetap menyayangi bumi dengan mengurangi penggunaan plastik dan kertas.
Harapan saya, marilah kita menyayangi bumi dengan hal yang paling kecil. Mulailah dari depan rumah Anda. Mengganti kebiasaan Anda di dalam rumah dan mengajak rekan Anda untuk menyayangi bumi. Saya juga memulainya dari taman saya. Menciptakan warna untuk hadir kembali mewarnai bumi sampai seekor kupu-kupu sudah mulai hadir ke taman saya. Dan lahirlah warna merah dari bunga, warna hijau dari daun, warna kuning dari buah dan semua warna lainnya. Mari kita kembali mewarnai bumi dengan cara Anda masing – masing. Apapun yang Anda lakukan untuk menyayangi bumi akan sangat berarti untuk semua makhluk hidup terutama bumi, tempat tinggal kita.
Solusi dari semua ini menurut saya adalah belajarlah untuk mencintai bumi. Mulai dari hal yang paling kecil, membuang sampah pada tempatnya. Mengganti kebiasaan menggunakan stereofoam atau plastik menjadi tempat makan dan botol minum yang bisa Anda gunakan dalam waktu yang cukup lama. Cintailah bumi seperti Anda mencintai diri Anda sendiri. Semua akan saling berkolaborasi bagai warna dalam pelangi, menyatu untuk menjadikan dunia yang lebih berwarna dan harmonis.
0 comments:
Post a Comment